Selasa, 11 September 2018 adalah awal tahun baru dalam kelender Hijriyah. Berganti tahun yang semula tahun 1439 H, kini 1440 H. Apa masalahnya? Apakah kita merasa suka sehingga harus menyulut kembang api untuk merayakannya? Ataukah sekadar pawai obor sebagai antitesis perayaan pergantian tahun baru masehi?
Keduanya sama. Umur kita berkurang. Padahal seolah bertambah. Beranalogi kepada jalannya mobil di jalanan. Seolah pohon dipinggir jalan yang bergerak. Padahal mobillah yang melaju.
Andai telah ditetapkan bahwa daun nama di atas langit gugur pada tahun 1950 Hijriyah, maka rentang waktu yang tersisa hanya 10 tahun. Setahun lagi tinggal 9 tahun dan seterusnya. Begitu seterusnya maka jatuh tempo pada akhirnya. Is death, mati menjadi seonggok bangkai yang menjadi santapan cacing tanah, sebut Rhoma Irama.Lalu hinjrahlah kita ke alam lain. Siapkah kita? Maka bebaslah kita dari beban dunia. Lepas dari kungkungan harta benda dunyo brono. Bahagia mestinya tapi sanggupkah merayakannya?
Hemmm, agak susah menjawab, Yes…Yes….dengan loncat kegirangan! Apa pasal? Kita tak pernah benar-benar tahu sudah berapa kilo gram makanan di tas ransel ketika mati? Berapa galon air sebagai pelepas dahaga tat kala kehausan nanti? Aduh…….
Hayo, kawan….bergegaslah! Bertebarlah,lalu kumpulkan bekal! Timbun sebanyak-banyaknya! Kalo bisa jangan cuma kiloan. Berton-ton yah!
Wallohua’lam!