Setelah sepekan tersiarnya kabar ambruknya Jembatan Kutai Kartanegara (Kukar) mengingatkan akan perjalanan mudik saya pada lebaran 2011 ini. Sebab secara sengaja perjalanan saya dan keluarga kali ini, dari Bali ke Malang PP telah merangkai dua jembatan panjang nan curam serta dalam. Yang pertama ketika balik ke Bali via Selatan. Maka Malang – Dampit –Piket Nol- Lumajang – Jember – Bondowoso – Situbondo – Banyuwangi – Buleleng adalah jalur yang kami lalui. Di sinilah Jembatan Kobokan atau yang lebih disebut Piket Nol sebagai tempat yang harus diwaspadai. Piket Nol merupakan perpaduan unsur gunung di sebelah kiri dan unsur pantai di sebelah kanan ditingkahi jalanan kelok nan menurun. Oleh sebab itu banyak jual jasa sebagai pengatur lalu lintas yang mengharap lemparan uang receh. Jembatan ini sendiri tepatnya berada di dusun Supiturang, Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur. Panorama jembatan ini cukup indah khas pegunungan, lembah dan ngarai. Sedang di bawah jembatan pemandangan lahar dingin gunung semeru mengalir menjadi hamparan delta pantai Samudra Hindia. Sore hari apalagi musim lebaran ini , orang yang berhenti di jembatan ini sangat ramai sekali.
Ada yang sekadar melepas lelah setelah perjalanan jauh atau sengaja datang dan nongkrong merayakan lebaran gaya anak-anak muda. Perlu juga waspada terhadap kriminalitas yang mengintai meski saat itu aman-aman saja. Jangan khawatir yang ingin ngopi bisa turun dan ngewarung di atas lereng-lereng pinggir jalanan.
Yang kedua adalah perjalanan PP ke sanak keluarga di wilayah Catur Kintamani. Kesempatan ini melewati Gerokgak – Seririt – Kota Singaraja – kubutambahan – Tajun – Kembangsari – Belantih – Catur – Plaga – Baturiti – Bedugul – Banyuatis – Seririt – Gerokgak. Disinilah Jembatan Tukad Bangkung dilalui. Jembatan Tukad Bangkung ini berada di Desa Plaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali,Indonesia, diresmikan Presiden Republik Indonesia DR. H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO pada tanggal 28 April 2007. Jembatan yang menghubungkan tiga kabupaten, masing-masing Badung, Bangli, dan Buleleng itu menjadi jembatan terpanjang di Bali dan diklaim sebagai tertinggi di Asia.
Jembatan Tukad Bangkung mempunyai panjang 360 meter, lebar 9,6 meter, dengan pilar tertinggi mencapai 71,14 meter, dan pondasi pilar 41 meter di bawah tanah. Jembatan itu berteknologi balanced cantilever, dengan perkiraan usia pakai selama 100 tahun.
Dengan alasan supaya tidak mengurangi pemandangan di sekitarnya, jembatan itu tidak dibangun dengan atap di atasnya. Konstruksi jembatan itu diperkirakan tahan terhadap gempa hingga 7 skala Richter. Jembatan itu menggantikan jembatan lama yang letaknya berada 500 meter di arah selatan Jembatan Tukad Bangkung.Diperlukan dana Rp 49 miliar lebih untuk membangun jembatan itu. Dana itu berasal murni dari APBD Provinsi Bali, dengan sistem multiyears sejak tahun 2001 lalu. Pembangunan jembatan itu sekaligus memangkas jarak di jembatan lama sepanjang 6 kilometer. (Wikipedia)
Dari pesona kedua jembatan ini dapat ditarik satu hal. Bahwa Jembatan itu adalah sarana vital, urgen dan penting untuk menghubungkan tempat yang satu dengan yang lain.Sehingga menguntungkan dari sudut berbagai hal, apalagi ekonomi kerakyatan. Sesungguhnya bila diramalkan benar secara matematik yang bisa berumur ratusan tahun, mestinya kenyataannya akan begitu. Sebab mereka yang merancang adalah para insinyur yang profesional dan brilian. Namun kenyataan di lapangan hal buruk terjadi. Bukan oleh sebab alam atau takdir Tuhan , tetapi human eror alias koruptor. Misal, Jembatan Kukar itu. Usia 50 tahun jadi 10 tahun. Lalu serta merta (baru) 20 orang tewas ditemukan . Semoga Jembatan Piket Nol dan Tukad Bangkung tetap kokoh berdiri mengangkang antara dua bukit.