Kampung Inggris ( Sebuah Kunjungan Singkat)

Bali – Pare ( Kampung Inggris)

Anda pernah mendengar tentang Kampung Inggris , Pare , Kediri , Jawa Timur? Ya, itulah yang saya maksud dalam postingan kali ini. Penasaran dengan populernya Kampung Inggris, saya tertarik untuk mengunjunginya.  Pada hari Sabtu, 1 September 2012, saya berangkat dari kota Jombang ( kebetulan ada urusan di Ponpes Darul Ulum di Peterongan, Jombang ) menuju kota Pare, Kediri , Jawa Timur. Dari pelataran SMPN 3 Peterongan saya naiki Bentor (becak motor ) yang dikemudikan Pak Kusno menuju terminal Jombang. Lebih kurang 4 Km Bentor merambat pelan lewati jalan raya pasar Jombang. Maklum Becak Modifan ini hanya bermesin sepeda butut kuno yang disambungkan dengan bodi becak. Meskipun lambat dibandingkan dengan sepeda motor modern, namun kendaraan bentor ini cukup lebih cepat dibandingkan becak manual (gayung kaki  ). Ongkos Rp 10.000 untuk 4 Km , saya anggap pas untuk bisa menikmati jalanan Kota Jombang di siang terik.

BENTOR (Becak Motor) : Perpaduan Body Becak dengan Mesin Sepeda Motor

Terminal Jombang tidaklah terlalu besar ukurannya. Bus-bus besar hanya satu dua keluar masuk. Yang banyak justru bus-bus mini dan angkutan kota yang juga tidak terlalu hilir mudik keluar masuk terminal. Dengan demikian situasi terminal relatif tertib dan tidak semrawut. Makelar pun tidak agresif memperebutkan penumpang. Mereka hanya menawarkan satu dua kali sambil menyapa dengan ramah , kalau calon penumpang  tidak OK, mereka  diam. Bus menuju Kota Kediri yang akan saya tumpangi tidak kunjung datang. Calon penumpang ke arah yang sama terus menumpuk. Kurang lebih 45 menit menunggu. Kesabaran ini masih teruji, tatkala bus datang namun penuh penumpang. Ya, berdiri adalah pilihan terpaksa ( berharap ,barang kali ada yang turun nanti). Untuk menuju Kota Pare ( daerah Kampung Inggris berada ) tiket bus hanya Rp 6000. Jarak 35 Km dengan ongkos segitu lebih murah, bila dibandingkan dengan ongkos dari Gilimanuk – Sumberkima ( 25 Km) yang harus bayar Rp 10.000 .

Situasi  terminal Pare malah lebih sepi lagi  padahal masih siang hari. Maklum terminal kecil ini mungkin hanya persinggahan . Indikasinya bus yang saya tumpangi hanya masuk terminal, turunkan penumpang lalu tancap gas lagi. Di depan terminal banyak sepeda motor ojek menunggu. Namun sekali lagi, pada saat itu tidak ada dari mereka (tukang ojek) agresif menyerbu penumpang. Karena saya  berniat cari makan , mereka ya diam saja sambil memandangi  saya yang ngeluyur meninggalkan terminal. Di kiri terminal ada warung Bothok yang enak dan murah. Segala jenis bothok ada di situ. Bothok Jamur, Bothok Jeroan, Bothok Kemangi, Bothok Kutuk, dsb. Ya , Mbak Sri mengikonkan warungnya dengan masakan ndeso. Padahal warungnya sangat rapi, bersih dan ramah tentunya (karena saya numpang charge HP dengan gratissss).

Naik ojek adalah pilihan efektif untuk menuju Kampung Inggris di kota Pare ini dari terminal. Sebab ketidaktahuan lokasi dimaksud juga biar gampang masuk pelosok kampung serta langsung antar di tempat. Biasanya si tukang ojek tahu Mr. Kalen sang pelopor kursus Inggris di kampung Inggris itu dengan lembaga kursusnya yang bernama BEC. Maka tukang ojek pun antarkan saya ke Jalan Anyelir , kampung Singgahan Pelem, Pare Kediri. Nah, sepanjang jalan inilah rupanya yang menjadi ikon Kampung Inggris itu. Sebab di sini berjubel Lembaga Kursusan bahasa Inggris selain BEC (datanya kurang lebih 115 lembaga dalam satu kampung) .

Rhima English Course (REC)

Salah satu diantaranya yang memikat saya adalah REC ( Rhima English Course).Lembaga ini berada persis di depan BECnya Mr. Kalen. Di REC inilah saya beramah tamah dengan pemilik yakni Mrs. Iin Akhirowati ,yang bersuamikan Pak Nyoto Andranes, S.E. Saking asyiknya ngobrol tentang kursusan bahasa  Inggris sampai Informasi Teknologi (IT) tidak terasa telah menjelang magrib. Saat inilah keramahan Bu Iin  mempersilakan saya menginap di base champ yang beliau kelola. Biasanya biaya penginapan ada tersendiri selain biaya kursus. tapi untuk saya yang bertamu ini diberikan gratis satu malam. Wah , asyik ni bermalam mingguan di kampung Inggris. Thank You for Mrs. Iin Akhirowati and Family. God bless ,you! Adapun biaya Pembelajara Bahasa Inggris di Kampung Inggris sangatlah variatif dan beragam. Hal ini sangatlah bergantung kepada lembaga kusrsus masing-masing dalam menerapkan program dan waktu yang tersedia. Kebanyakan lembaga kursus bahasa yang ada memberikan paket pembelajaran dengan waktu 1 Minggu, 2 Minggu, 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan. Ada yang langsung menyediakan penginapan ( base champ) bahkan laundry (silakan cek link di atas).

Menghabiskan malam Minggu di kampung Singgahan Pelem sangatlah bernuansa kursusan. Di pojok warung-warung banyak kerumunan anak muda sedang ngopi , makan-makan. Bukannya apel malah bawa kamus tebal sambil menghapalkan kosakata. Para pemuda itu ada yang dari kalimantan, Sulawesi, Madura, dan yang paling banyak ditemui dari Jakarta dan sekitarnya. Kebanyakan mereka kursus bahasa Inggris ini selepas sekolah SMA. Mencari bekal kemampuan bahasa Inggris  jauh ke pelosok kampung Singgahan Pelem dan Tulungrejo, kota Pare Kediri ,Jawa Timur dibandingkan ke Bali atau di Jakarta itu sendiri. Barangkali biaya kursus dan biaya hidup yang relatif murah di sini menjadi pertimbangan . Ditambah suasana pedesaan yang ramah   menjadikan kenyamanan tersendiri. Lalu lalang sepeda gayung – yang disewa pelajar- unik dan bebas polusi.

Malam Minggu di Warung Kopi, Pare ,Kediri. 1 September 2012, pukul 23 .00 Wib.

Ternyata sensasi bahwa di kampung Inggris segala pelayanan masyarakat dengan menggunakan bahasa Inggris tidaklah benar. Disebut kampung Inggris bukan karena percakapan masyarakat sekitar menggunakan bahasa Inggris. Diistilahkan Kampung Inggris karena di Kampung Singgahan Pelem serta Kampung Tulungrejo, kota Pare Kabupaten Kediri ,Jawa Timur ini banyak terdapat lembaga kursus di seantero kampung. Baik yang dikelola modern , sederhana ataupun lesehan ala ndeso gampang dijumpai dimana-mana. Pelajar yang belajar bahasa Inggris di sini secara praktik bersistem atau karena insiatif sendiri akan mengasah kemampuan conversation (percakapan ) dimana saja. Sambil makan, minum, mandi atau duduk-duduk di pojok warung. Tentu komunikasi berbahasa Inggris ini hanya diantara komunitas pelajar kursus saja. Sedang penduduk kampung , seperti biasanya  menggunakan bahasa lokal saja. Tetapi, bila pemilik warung menerapkan bantuan tidak langsung kepada pelajar, ya monggo saja. Kenapa tidak? Terkadang, satu dua orang, sang pemilik warung menyediakan papan white board untuk dicorat-coret . Di dinding  tertulisi kalimat pemberitahuan : NO ENGLISH ,NO SERVICE!

Tinggalkan Komentar Ya!