Di Sudut Taman Surau: dari Kyai sampai Capres

Mbah Kyai Kholifah  yang akrab dipanggil Bang yai baru turun dari sholat dhuha. Beliau berjalan ke Taman belakang  yang asri bertujuan menghirup udara segar di pagi hari. Di sudut taman dekat kolam ikan tampak Ansor (anak surau/penjaga surau) sedang berdiri di tepi kolam.

” Dik Abdi ! “, sapa Mbah yai.

Nggih, Bang ! “, jawab Abdi lirih sambil menghampiri Mbah yai.

” Minta tolong Dik ya. Buatin kopi item yang panas, bisa?”

” Oh, bisa Bang…bisa”, agak kikuk seketika tergopoh Abdi pergi ke dapur, ” Astagfirullah! Aku lupa.Bukahkah memang tugasku untuk buatkan kopi Bang yai.

” Maaf, Bang lupa sediakan kopi panas he..he… Itu tadi Bang, ada binatang yang nyemplung ke kolam berburu ikan. Jadi saya usir tadi. lalu Bang yai panggil saya tadi itu”, Abdi nyerocos sambil sodorkan kopi ke hadapan Mbah yai.

” Ah, gak papa. Sini duduk dulu sama saya. Ayo ngopi sambil lihat kolam, barangkali binatang itu balik lagi. Dik Abdi pake lepeannya, saya pake cangkirnya! “, mbah yai menuangkan kopi panas di lepean.

Nggih Bang….”, dengan tersipu Abdi si ansor tidak berani menolak ajakan mbah yai yang disegani di kalangan surau itu. Dengan membetulkan sikap duduknya Abdi sudah duduk di gubuk tepi kolam berhadapan dengan Mbah yai merengkuh lepean berisi kopi panas.

Sejurus kemudian kedua orang itu hanyut dalam sruputan kopi panas masing-masing, ” Sriutttt…..! Hemm..Alhamdulillah!”.

Abdi merasa puas ternyata Mbah yai menikmati kopi buatannya. Abdi hanya bisa bergumam dalam hati tak bisa berkata-kata. Sungkan dan canggung rasanya duduk bersama di atas dangau dengan mbah yai  yang sudah banyak makan asam garam dalam berguru olah hati. Abdi diam kaku membisu…..

” Dik Abdi….!”, tegurun Mbah yai menyentak lamunannya.

Nggih, Bang!” , jawab Abdi spontan.

” Guru kita sekarang ini tengah melontarkan gagasan NO GBPF! Tidak boleh Gosip, Bergunjing, Prasangka dan Fitnah. Oleh karena itu sebagai murid yang taat kepada guru, kita yang harus menjalankan amanat ini tanpa syarat”, Mbah yai mulai serius.

” Anu, Bang! E..e..itu sulit kayaknya dilakukan. Lebih sulit daripada sholat lima waktu. Bahkan lebih sulit daripada berpoligami!’, lontar Abdi sekenanya.

Hussst! Itu gak bisa dibandingkan gitu. Sholat itu ya kewajiban. Gerakannya itu urusan persendian, sementara GBPF itu urusan pikiran ngeres dan lidah yang tak bertulang. Juga gak bisa dibandingkan dengan poligami. Itu kan urusan kebutuhan sosial ….!

” Ya itulah Bang, karena berhubung lidah maka di TV dan di PESBUK  tuh banyak ngomong sak kenanya sendiri. Ngalor ngidul, kangin kaoh kata orang Bali, apalagi menjelang pilpres begini Bang!, si ansor yang sering nongkrongin TV ini mengalihkan pembicaraan.

” Wealah…maksutmu gimana toh Dik?”

” Itu lo Bang, pendukung masing-masing CAPRES/CAWAPRES saling menjelekkan. Kata pendukungnya JwJk kalau Bowo – Hatta itu begini begitu. Sebaliknya juga demikian, JwJk itu begitu begini! ”

” Oh, alah…Dik…Dik! Begini lho. Dalam masa kampanye nanti pasti ada dua hal yang digembar-gemborkan oleh pihak lawan. Satu, adalah kampanye negatif. Dua, kampanye hitam.”, mbah yai menyeruput lagi kopi di cangkir yang mulai dingin.

” Bedanya apa itu, Bang!”, ansor penasaran yang suka berita politik ini semakin mendekatkan duduknya sambil memandang air kolam.

” Kalau kampanye negatif, kampanye yang melontarkan hal-hal negatif milik lawan namun benar terjadi. Maksudnya, pihak lawan  memang pernah melakukan hal negatif seperti yang disebutkan itu lalu hal negatif itulah yang dipakai bahan untuk menyerangnya. Misalnya, Dik Abdi pernah lalai tidak memberi makan ikan di kolam ini lalu ikannya mati. Nah, kelalaian tugas Dik Abdi ini dipakai bahan untuk menjelek-jelekkan Adik oleh pihak lawan Dik Abdi. Ini namanya kampanye negatif .”

Sambil manggut-manggut Abdi bertanya dedes (terus) , ” Lalu, kalo kampanye hitam Bang!”

” Kayaknya, Dik Abdi ini seneng sekali  dengan dunia politik ya? Begini…begini, Black Campaign atau kampanye hitam itu bila materi yang dipakai untuk menjelekkan lawan itu tidak benar adanya. Ya…macam dugaan saja itu lah (mbah yai menirukan logat orang Batak). Belum tentu kebenaran faktanya, tidak ada keputusan pengadilan yang menetapkan bahwa dia bersalah, tidak ada bukti yang melihatnya tentang perbuatan negatif itu lalu dipakai bahan untuk menghantamnya. Atau pendeknya tidak sesuai dengan kebenarannya. Misal, Dik Abdi ini dikatakan meracuni ikan-ikan di kolam ini sehingga banyak yang mati. Padahal yang mengatakan itu tidak melihat langsung, Mereka hanya menduga, berprasangka, lalu menggosipkan akhirnya jatuh juga kepada fitnah. Nah, itulah kampanye hitam Dik! Gimana?” tanya mbah yai menantang si ansor.

” Kalo gitu, yang mana dibolehkan Bang!” , wuih..wuih si ansor kritis ini rupanya tak kehabisan pertanyaan juga.

Tak pelak Mbah Kyai Kholifah agak merenung juga jadinya. Namun beberapa saat kemudian sambil turun dari tempat duduknya merangkul Abdi si ansor menatap ikan-ikan yang mulai gelisah minta jatah makan. Sambil menepuk-nepuk bahu abdi, Lalu katanya.

” Dik Abdi, dulu Adik pernah salah –  lupa kasih makan ikan-ikan itu sehingga mati. Maka sekarang, jangan terulang lagi, buruan kasih makan segera. Itulah tobat yang sebenarnya – tobat nasuha, jangan diulangi lagi. Allah mengampuni kesalahan Adik! Sedangkan bangkai,  jangan kau makan. Apalagi bangkai saudaramu. Menjijikkan. Itulah hakikat Gosip, Bergunjing, Berprasangka dan fitnah! 

Bulu kuduk Abdi seketika  merinding ngeri. Sambil berlalu hormat kepada Mbah yai pamit untuk mengambil konsentrat makanan ikan, ” Iya …Bang! Ya..Bang!”

Di kejauhan di sudut seberang kolam tampak binatang predator ikan menunggu lengahnya  Abdi, si ansor penjaga Surau.

Mbah yai beranjak pergi sambil memutar tasbihnya pelan…pelan, namun pasti berkonsentrasi.

 

 

 

Tags: ,

Tinggalkan Komentar Ya!