Berbagai tanggapan atas kasus ‘Innoncence of Muslim’ belumlah reda sampai saat ini. Buktinya respon yang menyinggung film ini di Forum PBB masih signifikan. Ini menunjukkan bahwa tingkat keseriusan akibat dari sebab film itu mendunia. Tidak luput Presiden Indonesia menyorotinya secara efektif, yakni mengusulkan konsensus internasional untuk mencegah permusuhan berlatar agama .
Negara Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Presiden SBY justru memandang bahwa tidak ada akibat tanpa sebab. Karena ada sebab lah maka ada akibatnya. Hubungan kausalitas , sebab akibat ini lah yang membuat masyarakat dunia gempar. Sebab penistaan agama Islam dengan film ‘ Innoncennce of Muslim’ mengakibatkan kerusuhan di Libya, Mesir, Pakistan, serta belahan dunia yang lain. Dengan demikian secara nalar logis dan jujur hati, mestinya penyebabnyalah yang harus diamputasi. Ibarat aliran pipa air yang ilegal tak terkendali lalu mengakibatkan kebocoran di sana sini, maka langkah yang efektif matikan dulu (off dulu ) aliran air lalu benahi yang bocor. Bukan sebaliknya.
Lebih jauh dalam pidatonya, SBY menekankan budaya universal saling toleransi dan menghargai keyakinan beragama satu sama lain. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi keragaman budaya dan agama, Indonesia menyerukan saling menghormati dan pengertian di antara orang-orang yang memiliki keyakinan berbeda-beda.
SBY prihatin bahwa pencemaran nama baik agama itu sampai sekarang masih ada. “Meskipun ada inisiatif dari negara-negara PBB dan juga forum lain, pencemaran nama baik agama terus berlanjut. Kami telah melihat lagi salah satu wajah yang buruk dalam film ‘Innocence of Muslims’ yang sekarang menyebabkan kegemparan internasional,” kata SBY.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa dalam melaksanakan kebebasan berekspresi, setiap orang harus memperhatikan moralitas dan ketertiban umum. “Kebebasan berekspresi itu tidak mutlak. Oleh karena itu, saya meminta sebuah instrumen internasional untuk secara efektif mencegah hasutan permusuhan atau kekerasan berdasarkan agama atau kepercayaan. Instrumen ini, produk dari konsensus internasional, yang masyarakat dunia harus mematuhinya,” ujar SBY(http://news.detik.com).
Lain Indonesia , lain pula Amerika dalam menanggapi peristiwa itu. Nada Amerika justru menegaskan pada akibatnya. Sedangkan penyebabnya dibiarkan datar tanpa penegasan. Bahkan cenderung apatis terhadap penyebabnya.
“Amerika Serikat menolak film anti-Islam yang beredar di internet. Semua agama pernah mengalami penghinaaan, tetapi hal tersebut bukan menjadi sebuah justifikasi untuk melakukan kekerasan,” ujar Clinton, seperti dikutip ABC News, Jumat (14/9/2012).
Dalam pidato yang disiarkan di televisi, Hillary menekankan bahwa Gedung Putih tidak ada hubungannya dengan video tersebut. Dia juga menegaskan, bahwa “tidak ada pembenaran” untuk menanggapi video film yang mengejek Nabi Muhammad SAW dengan kekerasan.
Selain itu Hillary mendesak para pemimpin negara lainnya untuk bersama-sama mengutuk kekerasan yang telah terjadi. “Hal ini terutama bagi kekerasan salah tujuan terhadap misi diplomatik. Padahal tempat tersebut memiliki tujuan untuk mempromosikan pemahaman yang lebih baik di seluruh negara dan budaya,” katanya.(http://showbiz.liputan6.com)
Tinggalkan Komentar Ya!